Jumat, 15 Maret 2019

Untuk Suami Masa Depan

Teruntuk suami ku di masa depan...

Melihat apa yang terjadi akhir-akhir ini membuatku takut dan mikir "kamu kayak gitu nggak ya?" "kamu berpikiran kayak orang-orang jahat itu nggak ya?". Aku khawatir, kamu salah satu orang yang menyalahkan korban saat terjadi pelecehan seksual. Kamu nggak gitu kan ya? Iya, soalnya aku gak habis pikir sama orang yang berpikiran kayak gitu. Hancur rasanya tiap kali denger ada perempuan yang jadi korban dan masih harus menanggung penghakiman dari orang-orang. Semoga kamu nggak gitu ya. Kalau kamu mau tau alasanku, nanti kita cerita ya. Eh apa kita udah cerita? Ya pokoknya semoga kamu paham ya.

Aku juga takut, kamu orang yang suka fanatik gitu gak sih sama politik? Iya, aku orang politik, aku belajar politik dari yang paling dasar. Makanya aku takut kamu tipikal orang yang segala hal dikaitkan sama fanatisme politik. Aku takut misal kita beda pilihan, kamu langsung marah sama aku. Jangan gitu ya, kita jauh lebih berharga daripada pilihan politik. Aku nggak masalah kalau kita beda, aku akan senang sekali jika nanti di suatu sore di hari Sabtu kita minum teh di teras rumah sambil diskusi kenapa kamu pilih ini dan kenapa aku pilih itu. Kayaknya seru deh! Aku gak sabar.

Eh aku sekarang lagi kuliah S1, insya Allah 2021 nanti lulus. Rencananya aku pengen kerja lalu ambil S2? Boleh? Enggak boleh? Kenapa? Semoga alasanmu bukan karena takut aku lebih mendominasi rumah tangga dan bukan juga takut kalau aku bertindak lebih tinggi karena kemungkinan gajiku lebih besar darimu. Aku mau belajar lebih tinggi karena itu bukti baktiku pada orang tuaku. Bukan karena aku ingin lebih mendominasi, sama sekali bukan. Aku masih ingin dipimpin olehmu. Selalu. Kalau kamu pernah mendengar aku berkata "aku mau cepat kerja, punya banyak uang supaya bisa beli make up", percayalah itu tidak serius. Bukan itu inti dari perkataanku. Aku ingin bekerja karena aku ingin mandiri. Bagiku menjadi mandiri bukan berarti tidak mau dipimpin dan dibimbing. Menjadi mandiri berarti siap akan konsekuensi yang lebih besar, yakni menjadi ibu.

Ngomongin jadi ibu, kamu tau nggak gini gini aku bisa masak loh? Hehe gak percaya ya? Iya, abis aku keliatannya dari luar kayak cewek-cewek manja yang gak pernah ke dapur ya? Hehe gapapa, makanya disini aku kasih tau. Iya, aku bisa masak. Meskipun menunya baru sedikit, semoga diantara menu yang aku bisa, ada menu yang kamu suka ya! Kalau belum ada, nanti aku belajar lagi, sambil kuliah S2 tentunya (tetep :p). Suatu hari nanti, setelah solat subuh berjama'ah, saat kamu tidur lagi, aku udah nyiapin sarapan. Lalu aku bangunin kamu, pas aku mandi aku udah make-up hihi. Lalu kita sarapan bareng. Trus kamu antar aku ke tempat kerja. Tiap weekend sepulang dari kantor kita ke supermarket dulu ya, belanja sayur untuk seminggu. Aku berharap bisa istirahat kerja selama tiga tahun. Iya, aku masih ingin jadi ibu rumah tangga yang tau setiap detil perkembangan anakku. Tapi nanti setelah itu izinin aku kerja lagi boleh ya? Aku janji rutinitas keluarga kita tetap sama, cuma ada tambahan, sebelum ke kantor kita antar anak kita ke sekolah dulu ya. It's gonna be fun! Aku percaya bahwa ibu yang bekerja juga bisa mendidik anak-anak dengan luar biasa. Aku sudah liat banyak contohnya, semoga aku bisa seperti itu ya. Bantuin!

Oh iya mas, entah kita udah ketemu atau belum sekarang, aku cuma mau bilang satu hal. Aku harap kamu bisa dan mau menerima kekuranganku baik dari segi fisik maupun masa lalu ku. Kalau kita udah ketemu sekarang, kamu pasti tau, aku masih jelek, standar anak kos lah bentuknya hehehe do'ain disaat yang tepat nanti aku udah siap ketemu kamu dalam kondisi yang lebih baik ya. Aamiin. 


Salam,


istri masa depanmu

Minggu, 12 Agustus 2018

Aku Minta Izin

Hai! Apa kabar?
Sebelumnya aku ingin meminta maaf.
Maaf...
Jika selama ini aku telah diam-diam memandangi fotomu dari layar ponselku.

Maaf..
Jika selama ini namamu selalu tersebut lima kali sehari dalam do'aku.

Maaf...
Jika selama ini aku menceritakan tentang betapa bahagianya diriku kala bertemu denganmu ke teman-temanku.

Maaf...
Jika aku telah melakukannya tanpa izin dari mu.

Kemudian aku ingin meminta izin.

Aku minta izin...
Untuk bisa memandangi fotomu sebagai penawar rindu.

Aku minta izin...
Untuk selalu menyebut namamu di hadapan Tuhanku.

Aku minta izin...
Untuk bisa terus menceritakan betapa bahagianya aku bersamamu.

Aku minta izin...
Untuk bisa terus bersamamu, sampai nanti.

Jumat, 18 Mei 2018

Persinggahan Sesaat

Baru saja,
aku merasakan nestapa atas asa yang tidak bertanggung jawab pada suatu insan.
Dengan sengaja,
Kau hadir atas ceria yang kau punya.
Entah bagaimana,
Takdir dengan sengaja mempertemukan kita.
-
Kita baru saja berjabat--mengenal juga baru sekejap.
Namun,
rasa hati mengenalmu lebih dari satu abad.
Bahkan,
Asa ini mampu menghampiri jarak jauh-seribu kali lipat.
Tentunya hanya untuk melihat parasmu,
yang selalu memikat.
-
Kukira,
Kau adalah rumah yang pantas untuk berteduh dikala bumi semakin fana.
Namun ternyata semua berkata salah,
Kau masih bertuan.
Tuan rumahmu yang berkuasa pada rumah yang akan ku singgah.
Tak apa,
Aku sudah tidak terlalu lelah.
Entah dimana rumah ku nanti yang akan sebenarnya ku tempati,
Biarlah saja aku mencari semampuku.
Jangan cemas,
Aku tetap berterimakasih sudah diizinkan bersinggah,
Walau kau tahu
Hanya sekejap.

-NAQ-

P.s: Tulisan seorang sahabat yang karena luka hatinya dapat menghasilkan karya.

Belum Berjudul

Atas cacian yang menerka pada jiwa yang lemah,
Aku terima--
Walaupun sedikit lelah.
Seribu julukan rela ku tanam
demi intuisi yang mungkin salah untuk ku gapai.
Ini bukan tentang tiga tahun silam-- kau pergi beranjak hilang.
Kau tahu,
Aku tak akan pernah mempermasalahkan.
Dan kau pun selalu tahu,
Jika kau pergi --tanpa pamit sekalipun,
bukan berarti radar ketetapanku pun hilang.
Bagiku
Kau adalah mutlak menjadi bahagiaku setiap harinya.
Tapi,
Yang kau tak pernah tahu adalah,
Cacian yang berdengung di kepala,
Sampai-sampai,
Tubuh ini kaku.
Mereka tak pernah tahu,
Alam bawah sadarku selalu menemukan hal indah pada dirimu.
Mereka pun juga tak akan pernah tahu,
Tingkahmu yang lucu,
Selalu menjadi pewarna hari ku yang mulai abu.
Hei,
Memori ini masih membekas di kepalaku-- menggebu-gebu.

Maaf,
Aku telalu menyelam
Hingga mencintaimu sangat dalam.
Jika kita dipertemukan adalah kesalahan,
Ini adalah kesalahan yang paling tak akan pernah ku lupakan.
Terimakasih,
Untuk kau yang pernah ada dalam tiap-tiap hari ku
Namun jika kau tidak keberatan,
Boleh mampir sebentar
Untuk mengisi hari ku lagi yang mulai kelam?

-NAQ-

P.s: Tulisan seorang sahabat yang karena luka hatinya dapat menghasilkan sebuah karya.

Senin, 19 Februari 2018

Al

Semarang, 19 Februari 2018 pukul 22:26
Terlalu sore katanya untuk mencurahkan rasa. Tapi biar, aku terlalu ngantuk untuk menunggu sampai dini hari agar seperti orang-orang untuk mencurahkan apa yang ia rasa.

Baiklah, langsung aja. Aku selalu bingung Al, ketidakjelasan ini selalu membingungkanku. Aku tidak masalah dengan ketidakjelasan kita, asal kau selalu ada. Tapi nyatanya, kau datang dan pergi sesukamu, tanpa bisa aku bertanya sebabnya, tanpa diberitahu pula. Ini sudah yang ke sekian kali. Lantas mau sampai kapan? Kalau memang ingin pergi, berilah penjelasan. Setidaknya pamit. Tentu aku bohong jika aku ingin kau pergi. Sungguh kebohongan terbesar. Rasanya sudah menjadi rahasia umum kalau aku menginginkan mu selalu ada.

Al, pernahkah kau ingin marah tapi tidak tau kepada siapa dan kenapa? Iya itu aku sekarang. Aku benci tidak dikabari, tapi aku lebih benci dihindari. Akhir-akhir ini kau tidak hanya tak berkabar, namun juga menghindar. Seolah aku ini asing (lagi), seolah kau lupa apa saja yang sudah kita lewati. Aku ingin marah, tapi apa aku boleh? Akhirnya aku marah pada diriku sendiri, aku yang tak bisa mengerti apa mau mu. Aku yang mungkin menurutmu belum berubah. Aku yang...apa saja lah, yang jelas aku ingin marah.

Aku membencimu, tapi aku jauh lebih membenci diriku yang merepotkanmu.

Al, kembalilah, berkabarlah, berceritalah...

Selasa, 07 November 2017

Tiba-tiba

Mengapa segalanya hadir secara tiba-tiba?
Tidak bisakah sesuatu datang dengan pertanda?
Aku tidak bisa menerima
Semua hadir secara tiba-tiba
Tanpa sempat aku tersadar
Tanpa sempat aku merasa
Kemudian semua juga pergi secara tiba-tiba
Tanpa sempat aku berkata
Tanpa sempat menjaga
Kedatanganmu yang tiba-tiba itu mungkin menyenangkan
Namun kepergianmu yang tiba-tiba itu sama sekali tidak lucu
Aku manusia, bukan bandara
Tempat kau datang dan pergi secara suka-suka
Aku ini manusia, bisa merasa
Harusnya dijaga, bukan di sia-sia

Selasa, 19 September 2017

Tiga Pagi

Semarang, pukul tiga pagi.
Diatas roda baja pikiranku melayang
Menerawang jauh sedang apa engkau di kejauhan
Adakah sesak yang kau rasa ketika aku jauh
Adakah rindu yang menusuk sampai jatuh
Aku rindu
Dua kata itu tak mampu untukku ucapkan
Tak sanggup melihat kenyataan
Bahwa mungkin kau tidak rindu
Jangankan rindu, bertemu pun tak mau
Bila perasaan ini memang salah, lantas mengapa kau biarkan rasa ini terus ada
Bahkan ketika bara api sudah hampir padam, kau datang dengan api kecil untuk kembali membesarkan api itu
Mengapa kau membawa api kecil
Mengapa kau tidak membawa air
Mengapa tidak kau padamkan saja api itu
Biar semua kenangan terbang bersama abu