Selasa, 13 Desember 2016

Tentang Waktu

Waktu.
Menurutku, waktu adalah hal yang paling berharga di dunia ini. Pepatah lama yang mengatakan bahawa waktu adalah uang itu memang benar. Bahkan menurutku, waktu lebih berharga daripada uang. Uang bisa dicari lagi ketika habis. Bagaimana dengan waktu? Sekali kita kehilangan waktu tersebut, berarti kita kehilangan sebagian hidup kita untuk selamanya.
Waktu tidak bisa maju, mundur, dan dihentikan barang satu detik pun. Manusia tidak mempunyai kuasa atas waktu. Namun kitalah yang memegang kendali atas hal itu. Semuanya dikendalikan oleh apa yang ada di diri kita.
Sebegitu berharganya waktu, sampai-sampai tanpa waktu semua seakan tidak ada nilainya. Waktulah yang menciptakan kesempatan dan kenangan dalam hidup. Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari. Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun. Tanpa terasa, secara tidak sadar, waktu telah merangkai semuanya. Merangkai jutaan kenangan yang mungkin bisa jadi takkan terulang lagi.
Waktu tidak bisa maju, mundur, dan dihentikan barang satu detik pun. Namun, asumsi manusia lah yang bisa mengubah itu. Waktu dapat terasa terhenti pabila kita sedang merasakan kesedihan yang mendalam. Seolah waktu akan berhenti selamanya dan menjebak kita dalam masa sulit itu. Sebaliknya, waktu akan terasa berlalu secepat kilat pabila kita sedang tenggelam dalam euforia kebahagiaan. Saking cepatnya, kita tidak sempat mengabadikan momen indah itu. Tanpa kita sadari, sang waktu telah pergi terlebih dahulu.
Sama seperti diriku. Satu tahun yang kelam, terasa seperti ribuan tahun. Aku selalu berdo’a agar waktu cepat berlalu dan membawa ku pergi dari masa sulit itu. Rasanya aku sudah bosan sakit hati. Mau menangis pun rasanya air mata ini sudah kering. Sebaliknya, di tahun berikutnya, semua berjalan sangat indah. Seolah Dewi Fortuna akan berpihak kepada ku sepanjang tahun ini. Aku berharap masa-masa ini akan abadi untuk selamanya. Terlalu indah rasanya untuk aku tinggalkan. Tapi apa boleh buat, sang waktu terus berjalan. Aku selalu merasa gagal dalam mengabadikan momen indah itu. Aku selalu kalah dengan sang waktu.  Hingga pada akhirnya, yang tersisa hanyalah kenangan yang bisa aku simpan rapat-rapat. Berharap kenangan itu akan kembali. Tentunya dengan hal baru yang lebih indah lagi.
Bagi kalian yang membaca ini, jangan pernah sia-sia kan waktu kalian. Kita tidak pernah tau kapan Sang Waktu akan pergi dan mengubah apa yang terjadi di hidup kita. Berterima kasih lah kepada seseorang yang telah memberikan waktunya untuk kalian, itu berarti ia telah memberikan sebagian dari hidupnya yang tak bisa kembali lagi.



-eL

Sabtu, 29 Oktober 2016

Kompilasi Perasaan

Oktober hampir berakhir. Aku baru menyadari hal ini ketika jemariku mulai menulis di kala langit menurunkan bulir-bulir kehidupannya. Tidak. Mataku kali ini tidak ikut-ikutan seperti langit. Aku tidak sedang bersedih. Tapi mungkin lebih dari itu.

Sudah Oktober kesekian yang aku lewati sejak perasaan itu muncul. Aku juga baru tersadar ternyata sudah selama ini. Sudah selama ini aku hidup dengan sebuah perasaan yang amat ganjil. Perasaan yang tak bertuan. Jatuh cinta yang entah kepada siapa.

Aku mencintaimu. Dengan lugas hatiku dapat mengatakan itu. Bagaimana dengan lidahku? Kelu. Lidahku teramat malu dan takut untuk mengakui. Kalau kalau kau sudah tidak pernah untukku, maka itu hanya akan memperdalam luka ku.

Orang bilang ini pembodohan. Orang bilang ini sia-sia. Orang bilang ini gila.

Ya. Aku akui itu. Tapi apa jadinya kalau kau adalah luka sekaligus penyembuhnya? Apa jadinya jika kau adalah tangis sekaligus bahagiaku? Mereka bisa apa? Melarang? Tapi apa mereka bisa membahagiakan ku? Belum tentu.

Yang aku tau cinta itu keikhlasan. Cinta itu memberi tanpa pamrih. Memang lah anak bau kencur ini tidak tahu banyak tentang teori cinta. Tapi setidaknya, punya pendirian sendiri terhadap apa yang diperbuatnya.

Oleh sebab cinta itu adalah keikhlasan, maka cinta juga harus tanpa syarat. Ratusan kali kau sakiti, ribuan kali aku mempercayai. Entah apa yang mendasari hati ini selalu kembali. Yang jelas aku percaya bahwa bentuk cinta tidak selalu manis. Kau menunjukan cintamu dengan cara mu sendiri.

Aku sudah lelah meminta. Aku sudah lelah merajuk. Aku sudah lelah menangis. Bahkan air mata pun enggan turun ke pipi sekalipun hati ini teramat sakit.

Yang aku bisa lakukan hanya menerima. Ikhlas. Menerima pahit manisnya apapun yang kau berikan. Mengikuti alur permainan mu. Sampai kau sendiri yang menentukan bagaimana akhirnya.

Sekali lagi, aku mencintaimu. Selalu.

-eL-