Minggu, 12 Agustus 2018

Aku Minta Izin

Hai! Apa kabar?
Sebelumnya aku ingin meminta maaf.
Maaf...
Jika selama ini aku telah diam-diam memandangi fotomu dari layar ponselku.

Maaf..
Jika selama ini namamu selalu tersebut lima kali sehari dalam do'aku.

Maaf...
Jika selama ini aku menceritakan tentang betapa bahagianya diriku kala bertemu denganmu ke teman-temanku.

Maaf...
Jika aku telah melakukannya tanpa izin dari mu.

Kemudian aku ingin meminta izin.

Aku minta izin...
Untuk bisa memandangi fotomu sebagai penawar rindu.

Aku minta izin...
Untuk selalu menyebut namamu di hadapan Tuhanku.

Aku minta izin...
Untuk bisa terus menceritakan betapa bahagianya aku bersamamu.

Aku minta izin...
Untuk bisa terus bersamamu, sampai nanti.

Jumat, 18 Mei 2018

Persinggahan Sesaat

Baru saja,
aku merasakan nestapa atas asa yang tidak bertanggung jawab pada suatu insan.
Dengan sengaja,
Kau hadir atas ceria yang kau punya.
Entah bagaimana,
Takdir dengan sengaja mempertemukan kita.
-
Kita baru saja berjabat--mengenal juga baru sekejap.
Namun,
rasa hati mengenalmu lebih dari satu abad.
Bahkan,
Asa ini mampu menghampiri jarak jauh-seribu kali lipat.
Tentunya hanya untuk melihat parasmu,
yang selalu memikat.
-
Kukira,
Kau adalah rumah yang pantas untuk berteduh dikala bumi semakin fana.
Namun ternyata semua berkata salah,
Kau masih bertuan.
Tuan rumahmu yang berkuasa pada rumah yang akan ku singgah.
Tak apa,
Aku sudah tidak terlalu lelah.
Entah dimana rumah ku nanti yang akan sebenarnya ku tempati,
Biarlah saja aku mencari semampuku.
Jangan cemas,
Aku tetap berterimakasih sudah diizinkan bersinggah,
Walau kau tahu
Hanya sekejap.

-NAQ-

P.s: Tulisan seorang sahabat yang karena luka hatinya dapat menghasilkan karya.

Belum Berjudul

Atas cacian yang menerka pada jiwa yang lemah,
Aku terima--
Walaupun sedikit lelah.
Seribu julukan rela ku tanam
demi intuisi yang mungkin salah untuk ku gapai.
Ini bukan tentang tiga tahun silam-- kau pergi beranjak hilang.
Kau tahu,
Aku tak akan pernah mempermasalahkan.
Dan kau pun selalu tahu,
Jika kau pergi --tanpa pamit sekalipun,
bukan berarti radar ketetapanku pun hilang.
Bagiku
Kau adalah mutlak menjadi bahagiaku setiap harinya.
Tapi,
Yang kau tak pernah tahu adalah,
Cacian yang berdengung di kepala,
Sampai-sampai,
Tubuh ini kaku.
Mereka tak pernah tahu,
Alam bawah sadarku selalu menemukan hal indah pada dirimu.
Mereka pun juga tak akan pernah tahu,
Tingkahmu yang lucu,
Selalu menjadi pewarna hari ku yang mulai abu.
Hei,
Memori ini masih membekas di kepalaku-- menggebu-gebu.

Maaf,
Aku telalu menyelam
Hingga mencintaimu sangat dalam.
Jika kita dipertemukan adalah kesalahan,
Ini adalah kesalahan yang paling tak akan pernah ku lupakan.
Terimakasih,
Untuk kau yang pernah ada dalam tiap-tiap hari ku
Namun jika kau tidak keberatan,
Boleh mampir sebentar
Untuk mengisi hari ku lagi yang mulai kelam?

-NAQ-

P.s: Tulisan seorang sahabat yang karena luka hatinya dapat menghasilkan sebuah karya.

Senin, 19 Februari 2018

Al

Semarang, 19 Februari 2018 pukul 22:26
Terlalu sore katanya untuk mencurahkan rasa. Tapi biar, aku terlalu ngantuk untuk menunggu sampai dini hari agar seperti orang-orang untuk mencurahkan apa yang ia rasa.

Baiklah, langsung aja. Aku selalu bingung Al, ketidakjelasan ini selalu membingungkanku. Aku tidak masalah dengan ketidakjelasan kita, asal kau selalu ada. Tapi nyatanya, kau datang dan pergi sesukamu, tanpa bisa aku bertanya sebabnya, tanpa diberitahu pula. Ini sudah yang ke sekian kali. Lantas mau sampai kapan? Kalau memang ingin pergi, berilah penjelasan. Setidaknya pamit. Tentu aku bohong jika aku ingin kau pergi. Sungguh kebohongan terbesar. Rasanya sudah menjadi rahasia umum kalau aku menginginkan mu selalu ada.

Al, pernahkah kau ingin marah tapi tidak tau kepada siapa dan kenapa? Iya itu aku sekarang. Aku benci tidak dikabari, tapi aku lebih benci dihindari. Akhir-akhir ini kau tidak hanya tak berkabar, namun juga menghindar. Seolah aku ini asing (lagi), seolah kau lupa apa saja yang sudah kita lewati. Aku ingin marah, tapi apa aku boleh? Akhirnya aku marah pada diriku sendiri, aku yang tak bisa mengerti apa mau mu. Aku yang mungkin menurutmu belum berubah. Aku yang...apa saja lah, yang jelas aku ingin marah.

Aku membencimu, tapi aku jauh lebih membenci diriku yang merepotkanmu.

Al, kembalilah, berkabarlah, berceritalah...